11 November 2016

review: Touché—Alchemist (Touché #2)


Anak itu punya kemampuan mengamati dan deduksi di atas rata-rata, seperti yang Detektif Hudson saksikan sendiri minggu lalu di Central Park. Hanya saja kemampuan khusus anak itu masih belum dipahami. Anak itu bisa tahu komposisi parfum dan DNA hanya dengan menyentuhnya? Siapa sebenarnya dia? —hal. 28


Judul : Touché—Alchemist
Seri : Touché #2
Penulis : Windhy Puspitadewi
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tebal : 224 halaman
Tahun cetak : Maret 2014—Pertama
ISBN : 978-602-03-0335-2

Rating: 4.5/5 bintang

                      ----------

Hiro Morrison adalah anak genius yang tidak sengaja berkenalan dengan Detektif Samuel Hudson dan puterinya, Karen, saat terjadi sebuah kasus pembunuhan di Central Park. Hiro membantu Detektif Sam—sebutan bagi Samuel—memecahkan kasus pembunuhan tersebut dan membuatnya direkomendasikan menjadi konsultan kepolisian New York di usianya yang masih sangat muda. Selain genius, Hiro memiliki kemampuan khusus. Ia dapat mengetahui susunan kimia suatu benda dengan menyentuhnya, bahkan juga dapat mengetahui DNA seseorang.


Setahun setelah Hiro menjadi konsultan kepolisian New York, muncul sebuah teror bom berurutan di beberapa tempat yang tidak diketahui siapa pelakunya. Sebelum pengeboman terjadi, pelakunya selalu mengirimkan pesan tidak biasa ke kepolisian. Pesan yang dikirimkan berupa botol dengan unsur kimia di dalamnya. Hiro tertantang untuk menyelesaikan kasus ini. Itu semua dikarenakan pelakunya kemungkinan sangat cerdas dan hati-hati; tidak pernah meninggalkan sidik jari maupun DNA pada tas yang digunakan untuk meletakkan bom.

Di tengah-tengah usahanya memecahkan kasus menantang tersebut, Hiro bertemu dengan seorang pria yang selalu dapat menemukannya. Bahkan, pria itu mengetahui siapa Hiro dan apa kemampuan khusus yang dimilikinya. Sambil memecahkan kasus pengeboman untuk mengetahui pelakunya, Hiro belajar percaya pada Pria misterius yang selalu berhasil menemukannya. Serta menemukan makna apa dirinya sebenarnya.

----------

Setelah selesai baca buku pertamanya, aku memang sudah langsung tertarik untuk baca buku keduanya. Apalagi, pasti akan lebih banyak analisis dan cari pelaku kejahatan dong, apalagi didukung dengan latar kepolisian. Dibandingkan dengan buku pertamanya, aku lebih suka buku ini. Ceritanya lebih seru dari buku pertamanya! Lebih banyak diajak berpikir dan menganalisis sebuah kasus untuk menentukan siapa pelakunya. Yang paling seru, ya, bagian membaca pesan yang dikirim si pelaku pengeboman. Aku mengakui bahwa kali ini, tokoh utamanya yaitu Hiro nggak ada di posisinya sebagai konsultan kepolisian New York hanya karena kemampuan touché-nya aja, tapi juga karena dia cerdas dan punya daya analisis yang bagus.

Semua teka-teki di dalam buku kedua ini lebih smooth dan rapi daripada buku pertama. Teka-teki yang harus dipecahkan di buku ini lebih menantang. Baik dari kasus-kasus sederhana yang dibahas sebagai pembuka sebelum menuju kasus utama sampai kasus utama itu sendiri. Jujur, aku cukup pusing untuk mikir apa hubungannya unsur kimia yang ada dengan lokasi pengeboman selanjutnya. Entah karena memang tersusun rapi dan out of the box, atau memang otakku yang nggak sampai untuk kepikiran hal itu. Lagi-lagi aku sudah menebak siapa tersangkanya di awal dengan percaya diri. Dan, hasilnya menyenangkan! Aku benar. Memang sudah curiga bahwa tokoh tersebut merupakan tersangka karena aku merasa menangkap beberapa pertanda di pertengahan cerita.

Seperti harapanku, aku sekarang lebih jatuh hati pada Hiro daripada Indra. Hiro lebih santai, lebih 'memanaskan' suasana karna ucapannya, terlebih lagi kesombongan dan kurang ajar-nya—aku sendiri nggak yakin apakah bisa dibilang begitu, soalnya aku sih nggak merasa gemas atau kesal walau Hiro berlaku begitu berkali-kali. Mungkin karena latarnya yang mengangkat kota New York sehingga terasa wajar aja kalau hal itu terjadi di sana. Lalu ada Karen, yang terkesan jutek tapi cukup menggemaskan. Karen terlalu 'gigih' dalam mempertahankan pendapatnya ketika memperdebatkan hal-hal nggak penting dengan Hiro. Dia nggak suka dengan sombong dan tingkah Hiro tapi tetap mau berurusan dengan Hiro. Bahkan rela menjadi babysitter—begitu sih dia menyebut hubungan dirinya dan Hiro.

Ketika baca blurb di mana dikatakan bahwa Hiro akan bertemu seseorang yang mengubah hidupnya, aku sudah merasa bahwa akan ada seorang tokoh dari buku pertama yang akan menjadi benang merah ke buku kedua ini. Sebelum mulai membaca novel ini, aku sudah menebak orang tersebut kemungkinan Pak Yunus. Dan, ternyata jawabannya adalah ya. Menurutku peran Pak Yunus disini tidak terlalu mempengaruhi jalan cerita seperti di buku pertama. Kehadirannya terasa hanya sebagai pemberi informasi apa Hiro sebenarnya.

Endingnya berhasil ditutup dengan manis oleh Karen dan Hiro. Memang selama perjalanan cerita di mana Hiro berusaha memecahkan kasus pengeboman, Karen selalu ada di sekitar Hiro. Dan nggak bisa dipungkiri interaksi keduanya buat aku gemes. Hiro yang seenaknya sendiri dan Karen yang gigih benar-benar menghidupkan hubungan keduanya. Dan, endingnya yang manis berhasil membuat aku tersenyum ketika menutup buku ini.

Tokoh favoritku di buku ini adalah Hiro! Aku suka bagaimana dia terkesan sombong dan seenaknya sendiri yang menjadi ciri khas kuat dari karakternya. Karena sifat khasnya yang kuat tersebut, dia terasa lebih lovable dari Indra. Lalu, kecerdasannya dalam menganalisis sesuatu benar-benar buat aku takjub. Dia yang baru delapan belas tahun dapat memecahkan pesan yang aneh padahal kepolisian saja nggak kepikiran. Dan, hal yang benar-benar membuatku jatuh hati padanya adalah bagaimana dia bisa berubah demi orang yang disayangi. Reaksinya yang diluar ekspetasi ketika Karen dalam bahaya benar-benar manis buatku.

"Karena jika aku pergi dan membiarkanmu mati, aku tidak tahu bagaimana hidupku setelah itu. Hidup tanpa dirimu adalah ketidakpastian, aku tidak tahu bagaimana menjalaninya." —Hiro pada Karen